Sebelum memasukin topik ini ada baiknya memahami konsep budaya. Dalam menghadapi tantangan dalam persaingan global saat ini, seorang manager terutama pada perusahaan dengan skala internasional dituntut harus menguasai pola manajerial berbagai budaya di negara yang berbeda-beda, kerana bukan tidak mungkin, tuntutan pekerjaan mengharuskan seorang manajer untuk mengelola cabang perusahaan di luar negeri. Kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya untuk mempelajari manajemen lintas budaya, akan membuat sang manajer kesulitan untuk melakukan adaptasi yang akhirnya berdampak pada hilangnya kewibawaan seorang pemimpin pada dirinya di mata anak buahnya yang baru.
Pada saat seorang manajer ditugaskan perusahaan di cabang luar negeri menjadi ekspatriat, ia akan menghadapi setidaknya tiga fase dalam melakukan adapatasi, yang terdiri dari:
➭ Exciting Phase
Pada phase ini, ekspatriat yang biasanya juga membawa serta keluarganya merasa antusias dipindahkan di lingkungan kerja yang baru, apalagi bila tempat baru yang dituju memiliki lingkungan standar kualitas hidup yang lebih baik dari negara asalnya.
➭ Challengin Phase
Ekspatriat mulai menemukan berbagai hal yang mungkin tidak diduga sebelumnya, bahwa di negara baru ini tidak mudah mencari asisten rumah tangga, bahwa harus berhadapan dengan berbagai aturan yang ketat mulai dari parkir, asuransi, SIM, cuaca ekstrim, dan banyak lagi. Belum lagi perbedaan yang dihadapi di kantor, dimana budaya yang berlaku jauh berbeda dengan yang dijalani di negara asalnya. Fase ini adalah fase yang berat bagi ekspatriat untuk belajar melakukan adaptasi, tingkat kesulitan fase ini berbeda-beda tergantung pada karakter ekspatriat tersebut. Disinilah pentingnya seorang manjer ekspatriat mempelajari manajemen lintas budaya sebelum ditugaskan di negara lain.
➭ Adapting phase
Ekspatriat yang telah sukses melewati fase challangi, akan memasuki fase adapting yang merupakan fase akhir dari proses penerimaan budaya baru. Pada fase ini, ekspatriat dan keluarganya sudah hidup sesuai dengan gaya dan budaya yang berlaku di negara tersebut dengan nyaman, bahkan mungkin akan timbul "bingung budaya" saat mereka sesekali kembali ke tanah air setelah sekian lama tinggal di luar negeri.
Setiap fase yang telah dijelaskan sebelumnya memiliki waktu siklus yang berbeda-beda, bisa sebentar, bisa pula memerlukan waku yang lama, sekali lagi, bergantung pada karakter ekspatriat ditunjang dengan dukungan dari lingkungan sekitarnya, dalam hal ini bisa dari teman-teman sesama kewarganegaraan (komunitas sebangsa di negara tersebut), rekan kerja di kantor yang baru, maupun dukungan keluarga yang dibawa serta. Naun satu hal yang pasti, fase ini dapat ditempuh dengan lebih mudah apabila ekspatriat dibekali pengetahuan mengenai manajemen budaya di perusahaan negara asalnya sebelum keberangkatan.