Berhijab Karena Agama atau Trend

Idris Sardi
0


Globalisasi telah membawa pengaruh modernisasi yang sangat besar terhadap perubahan berbagai hal, mulai dari teknologi informasi dan telekomunikasi hingga hal terkecil dalam sektor kehidupan ini, termasuk fashion salah satunya.(Pelangi, 2013) Dalam hal ini berbagai macam bentuk busana muslim diperkenalkan dan dipamerkan, baik untuk pria maupun wanita. Hijab juga tidak luput dari pengaruh modernisasi tersebut.

Jika menelisik tentang fenomena hijabers, maka era globalisasi adalah landasan yang mempengaruhinya karena telah membuat fashion busana muslim turut berkembang. Berbagai macam model, tipe, dan jenis hijab telah tersedia bagi masyarakat dan dapat dengan mudah untuk diperoleh. Hal ini mendorong kaum muda untuk mengenakan hijab agar terlihat lebih stylish.

Dalam kaitannya dengan perilaku sosial para pengguna hijab, kita akan menemukan adanya fenomena komunitas “hijabers”. Dimana komunitas ini lebih cenderung kepada entertaining dan commercializing, ketimbang melakukan identifikasi dirinya sebagai wanita muslimah dengan hijab yang menutupinya. Hijabers sendiri sering dikaitkan dengan muslimah yang melakukan modifikasi hijab agar sesuai dengan perkembangan zaman, sehingga tidak heran jika kita banyak menemukan wanita-wanita yang mengenakan hijab tetapi hanya pada saat-saat tertentu saja. Hal ini kemudian menarik perhatian untuk memperdalam tentang bagaimana sebenarnya pengaruh modernisasi hijab yang telah sedikit menggeser pengertian hijab sebagai suatu kebutuhan, bahkan kewajiban bagi wanita muslim dan mempengaruhi perilaku sosialnya. Hijab yang seharusnya merepresentasikan perilaku seorang muslimah, tetapi hijab justru hanya digunakan sebagai model aksesoris pelengkap yang menjadikan kehidupan mereka layaknya arena cat walk untuk memperlihatkan betapa modis dan stylish wanita-wanita ini dengan hijab yang mereka kenakan.

Di sisi lain, banyak kalangan muslim yang juga mengkritik fashion hijab tersebut. Menurut mereka hal itu tidak lagi sesuai dengan tuntunan agama yang seperti telah tertulis dalam Al Qur’an dan Hadits. Hijab yang seharusnya dapat menutupi aurat para wanita dengan tujuan untuk tidak mengundang perhatian orang, justru berbanding terbalik dengan apa yang diperkenalkan oleh para modernis hijab. Menurut mereka, dengan memberikan sentuhan apik pada hijab yang notabene mengundang perhatian orang banyak, bukan lagi menjadi esensi berhijab menurut agama. Hijab dipakai untuk melindungi para wanita agar tidak mengundang perhatian khalayak ramai terutama kaum lawan jenis mereka. Dengan mengundang perhatian khalayak ramai, maka hal tersebut bukan lagi disebut berhijab atau berbusana muslim. Padahal esensi dari berhijab adalah secara agamis mampu menutupi aurat dan perilakunya dari kemaksiatan serta menghindari dari timbulnya kemaksiatan.

Berbicara mengenai hijab dan perilaku pengguna hijab, tentu saja banyak pro dan kontra, serta fenomena-fenomena yang saling bertentangan. Contohnya saja banyak kaum wanita mengenakan hijab karena memang modelnya yang trendi, up to date, fashionable dan sebagainya. Sedangkan yang lain masih menganggap bahwa dirinya belum mau dan siap mengenakan hijab. Di satu sisi di ungkapkan bahwa hijab yang saat ini beredar di masyarakat dengan bentuk, jenis, tipe, dan cara memakainya yang beragam, sudah tidak lagi sesuai dengan syari’at agama. Sementara di sisi lain dijelaskan bahwa mengenakan hijab tidak menjamin perilaku yang sesuai dengan hijab yang dikenakannya. Problematika inilah yang coba ditelisik dengan menggunakan teori pembentukan sikap (Azwar:1995). Faktor pembentuk sikap individu antara lain:Pengalaman pribadi;Kebudayaan;Orang lain yang dianggap penting (significant others);Media massa;Institusi/ Lembaga Pendidikan dan Agama; dan Faktor Emosional.

Sebagai dasar peletak konsep moral, agama melalui institusi pendidikan dan institusi agama mampu membentuk sikap individu. Moral agama memberi pemahaman serta ajaran tentang baik buruk, benar salah, dan lain-lain. Konsep moral agama ini kemudian membentuk sistem kepercayaan yang mempengaruhi pembentukan perilaku individu. Dari konsep tersebut dapat dipahami bahwa moral agama termasuk kewajiban berhijab dapat mempengaruhi perilaku sosial individu, bahkan merupakan salah satu faktor pembentuknya.

Namun, hijab tidak bisa menjadi satu-satunya parameter seseorang bahwa dia akan benar-benar menutupi auratnya luar dan dalam. Maksudnya, hijab tidak bisa dijadikan parameter jaminan “hijabers” untuk tetap berperilaku sebagai muslimah yang sebenarmya. Maka, tidak jarang kita mendengar ungkapan “STMJ” (Sholat Terus, Maksiat Jalan). Fenomena ini telah membuktikan bahwa, hijab sesuai dengan aturan agama atau hijab yang mengikuti trend, tidak dapat menentukan seseorang akan berperilaku sesuai trend, sesuai agama, atau sesuai dengan kemauannya sendiri. Selayaknya seorang yang berhijab, maka seharusnya diikuti dengan akhlak atau sikap yang lebih baik dari refleksi perubahannya melalui berhijab. Namun saat ini berhijab bagi seorang wanita dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal tidak hanya dari kesadaran diri sendiri.

Tidak dapat dipungkiri juga bahwa meningkatnya pengguna hijab dewasa ini menunjukkan adanya peningkatan kesadaran masyarakat muslim akan perintah agama. Namun disisi lain juga memunculkan perdebatan di kalangan masyarakat itu sendiri. Adanya modernisasi hijab sering dikaitkan dengan motivasi seorang muslimah dalam mengenakan hijab. Dan dengan adanya fenomena hijabers menambah panjang deretan perdebatan di kalangan masyarakat.

Di Dalam Islam tentang Hijab

Pakaian perempuan yang disyariatkan terdiri dari dua potong. Potongan pertama adalah bagian baju yang diulurkan dari atas sampai ke bawah menutupi kedua kaki. Bagian kedua adalah kerudung, atau yang menyerupai atau menduduki posisinya berupa pakaian yang menutupi seluruh kepala, leher dan bukaan pakaian di dada. Jika ia memiliki kedua pakaian ini, ia boleh keluar dari rumahnya ke pasar atau berjalan di jalan umum, yakni keluar ke kehidupan umum. Sebaliknya, jika ia tidak memiliki kedua pakaian ini, ia tidak sah untuk keluar, apapun keadaannya. Sebab, perintah dengan kedua pakaian ini datang bersifat umum dan ia tetap berlaku umum dalam semua kondisi; tidak ada dalil yang mengkhususkannya sama sekali.

Dalil atas kewajiban ini adalah firman Allah SWT tentang pakaian bagian atas:
وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
Janganlah mereka menampakkan perhiasan-nya, kecuali yang (biasa) tampak pada dirinya. Hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya (QS an-Nur [24]: 31).

Juga firman Allah SWT tentang pakaian bagian bawah:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang Mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” (QS al-Ahzab [33]: 59)

Dalil lain adalah hadis penuturan Ummu ‘Athiyah yang berkata:
أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِيْ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى، اَلْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُوْرِ، فَأَمَا الْحَيّضُ فَيَعْتَزلْنَ الصَّلاَةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ، وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِيْنَ. قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ إِحْدَانَا لاَ يَكُوْنُ لَهَا جِلْبَابٌ، قَالَ: لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا
Rasulullah saw. memerintahkan kami untuk mengeluarkan para perempuan pada Hari Idul Fitri dan Idul Adha; para perempuan yang punya halangan, perempuan yang sedang haid dan gadis-gadis yang dipingit. 

Adapun perempuan yang sedang haid, mereka memisahkan diri dari shalat dan menyaksikan kebaikan dan seruan kepada kaum Muslim. Aku berkata, “Ya Rasulullah, salah seorang dari kami tidak memiliki jilbab.” Rasul saw menjawab, “Hendaknya saudaranya memin-jami dia jilbab.” (HR Muslim)

Dalil-dalil ini jelas dalam dalalah-nya atas pakaian perempuan dalam kehidupan umum. Jadi, dalam dua ayat ini, Allah SWT telah mendeskripsikan pakaian yang Allah wajibkan atas perempuan agar ia kenakan dalam kehidupan umum dengan deskripsi yang dalam, sempurna dan menyeluruh. Allah SWT juga berfirman terkait pakaian perempuan bagian bawah (yang artinya):
 Allah SWT pun berfirman tentang tatacara umum yang berlaku atas pakaian ini (yang artinya): Janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak pada dirinya (QS an-Nur [24]: 31). Maknanya, hendaknya mereka tidak menampakkan anggota-anggota tubuh yang merupakan tempat perhiasan seperti kedua telinga, kedua lengan bawah, kedua betis dan selain itu kecuali apa yang bisa tampak dalam kehidupan umum ketika ayat ini turun, yakni pada masa Rasul saw., yaitu wajah dan kedua telapak tangan.

Dalam hal ini, diriwayatkan dari Ibn Umar bahwa Rasul saw. pernah bersabda:
مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَقَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ فَكَيْفَ يَصْنَعْنَ النِّسَاءُ بِذُيُولِهِنَّ قَالَ يُرْخِينَ شِبْرًا فَقَالَتْ إِذًا تَنْكَشِفُ أَقْدَامُهُنَّ قَالَ فَيُرْخِينَهُ ذِرَاعًا لاَ يَزِدْنَ عَلَيْهِ
“Siapa yang menjulurkan pakaiannya karena sombong, Allah tidak memandang dirinya pada Hari Kiamat.” Lalu Ummu Salamah berkata, “Lalu bagaimana perempuan memperlakukan ujung pakaiannya.” Rasul menjawab, “Hendaknya mereka menjulurkan-nya sejengkal.” Ummu Salamah berkata, “Kalau begitu tersingkap kedua kaki mereka.” Rasulullah pun menjawab, “Hendaknya mereka menjulurkannya sehasta, jangan mereka lebihkan atasnya.” (HR at-Tirmidzi; ia menyatakan hadis ini hasan-shahih).

Hadis ini gamblang menjelaskan bahwa jilbab yang dikenakan di atas pakaian itu wajib dijulurkan ke bawah sampai menutupi kedua kaki. Jika kedua kaki ditutupi dengan sepatu atau kaos kaki, itu belum cukup (jika jilbabnya tidak menjulur ke bawah, red.). Jilbab tetap harus menjulur ke bawah hingga kedua kaki dalam bentuk yang menunjukkan adanya irkha’ (dijulurkan) sehingga diketahui bahwa itu adalah pakaian kehidupan umum yang wajib dikenakan perempuan di kehidupan umum. Jilbab harus tampak irkha’ sebagai realisasi dari firman Allah: “yudnîna” yakni yurkhîna (hendaknya mereka menjulurkan).









***
*         http://www.kompasiana.com/satryobimo/berhijab-karena-trend-atau-agama_54f6b403a33311c55c8b46a2
Tags:

Post a Comment

0Comments

Post a Comment (0)